Kata pengantar oleh Akiq AW
Casual Cascade adalah tegangan atas yang tak tampak dari yang tampak. Yang tampak adalah karya-karya yang nantinya dilihat/dinilai dari capaian artistik seniman; namun sejatinya yang perlu dibicarakan adalah apa yang tidak muncul di galeri; Apa yang menjadi latar dan proses yang menjadikan karya-karya seni itu meng ada dan menghibur khalayak. Menjadi seniman adalah sebuah previlege bagi sebagian orang, namun bagi sebagian yang lain adalah persoalan [baca: beban]. Seni tidak lebih besar dari hidup itu sendiri; wajar sekali kemudian banyak seniman yang harus berjibaku dengan prioritas atas seni dan rutin keseharian.
Ketiga seniman dalam presentasi kali ini membuktikan bahwa pengelolaan atas priortas ini bisa dilakukan. Bahwa seni masih bisa dilakukan dengan cara dan sumber daya yang diperjuangkan; dan tanpa juga mengorbankan proses latihan dan penguasaan teknis dan artistik yang ditekuni. Dan salah satu yang bisa digaris bawahi, kemerdekaan ketiga seniman ini dalam mengartikulasikan ide dan persoalannya, tanpa keharusan untuk menjadi 'berwacana' ilmu sosial yang saat ini menjadikan seni gagu dan tak punya imajinasi.
Cosi, Daus dan Doli kebetulan adalah teman seangkatan di kampus pendidikan fotografi. Seniman yang bekerja dengan medium ini menghadapi tantangan eksistensial dimana sekarang setiap orang adalah fotografer yang secara rutin bisa berpameran di galeri maya sosial media. Mereka kemudian menggunakan teknik dan material lain untuk menjadikan karya fotografinya lebih unggul. Jika anda fotografer, maka anda akan paham betapa pilihan ini cukup berani, karena biasanya gambar dalam sebuah foto adalah sakral sejak direkam. Atau kemudian, tindakan ini yang harus diambil untuk merobohkan tembok konservatif yang biasa menghambat seniman berbasis medium.
Soal metode pengkaryaan, ketiga seniman ini bisa memiliki pendekatan yang agak berbeda; Cosi cenderung lebih reflektif dalam melihat proses kekaryaannya. Seni dan produksi karya seni dilihatnya sebagai sebuah proses untuk mengerti diri dan mengontrol emosi. Kita bisa melihat bahwa benang-benang yang dirajut itu adalah tali kekang-kendali, yang mengontrol dan mengarahkan gambar-gambar yang tercetak; layaknya dia sedang mengendalikan kenyataan hidupnya sendiri. Benang-benang itu seperti ampelas yang menghaluskan sudut-sudut tajam dan permukaan-permukaan yang kasar; memberi volume dan teksture atas kenyataan tercetak yang datar dan kontras.
Daus, yang bekerja di industri hardware and printing supplies, melihat limpahan cetakan-cetakan tak terpakai sebagai sumber kekaryaannya. Gambar-gambar temuan dia olah dengan cut and paste, menjadi kolase yang menarik. Kolase yang dia buat adalah ilustrasinya atas ingatan tentang musik dan literatur dunia yang pernah ia konsumsi. Ilustrasi tentu sangat sulit, dimana kesetiaan pada 'yg diilustrasikan' harus tetap dipertahankan sembari menjelajahi kemungkinan-kemungkina bentuk dari imajinasi senimannya sendiri, apalagi jika kemudian bermodalkan obyek temuan seperti yang dilakukan Daus kali ini.
Sementara Doli, yang konsisten berkarya dengan berbagai ragam teknik dan metode produksi fotografi, dalam beberapa tahun ini mengekplorasi teknik cetak lama [old print], kali ini menghadirkan salah dua ragam teknik cetak tua fotogram dan lumen print. Teknik tradisional fotografi ini sekarang menjadi salah satu obat rindu atas hilangnya aura fotografi analog, dan Doli memanfaatkannya dengan cara menarik. Dia menggunakan perkakas keseharian sebagai obyek dasar yang diduplikat bentuknya di atas kertas. Gravitasi dan kontras dari apa yang sepertinya kita kenal akrab dan apa yang kemudian seolah misteri dalam karya-karya Doli, menjadi kekuatan seri ini. Perkakas-perkakas itu dibentuk menjadi semacam potret yang 'kotor' tak sempurna menjadi seolah potret dari dunia paska kiamat, yang pun ternyata adalah refleksi Doli atas kehidupan sekarang ini. Sungguh sakit orang ini.
Presentasi kali ini semakin memantapkan kepercayaan saya atas kerja-kerja yang sepertinya sepele namun membuat roda kenyataan hidup kita [minimal dilingkar skena kesenian] tetap masuk di akal. Setiap hari kita membuat-mengelola, menyoal niat dan kerja, mempertaruhkan keluarga dan nafas yang sekejap ini dan sebagain besarnya tanpa imbalan yang fana. Untuk apa? Jawabnya akan sangat beragam, untuk saya: agar saya tidak dipenjara karena membunuh orang atau merampok bank.
No comments:
Post a Comment