Oleh Daus
Adrian
Pada
saat itu umur gw cuma 17 atau 18 tahunan.. Semua berawal dari seorang teman gw bernama
Yodie yang mungkin sudah tua, sekitar hampir 30 tahunan sepertinya. Atau
mungkin karena kumis brewoknya membuat dia tua. Namun jelas dia angkatan yang
jauh lebih tua daripada gw. Dia memanggilku dari kejauhan berteriak, “Fanduu…”.
Gw cuma dengar suara yang sangat kecil, tapi gw mencari juga karena sadar
seperti ada yang memanggil. Lalu teriakkan semut itu terdengar lagi, gw dengar
sambil tetap mencari apa suara itu memanggil gw, karena suasana Pasar saat itu
sedang ramai sekali dan suaranya sangat tidak jelas. Kemudian gw dengar lagi
kali ini lebih kencang dan bergetar. Ternyata pas gw sadar itu Yodie sedang
berlari sambil meneriakkan nama gw berkali-kali, “Ndu… Fanduuu..!!!”. Sampailah
Yodie di dekat gw, sambil terengah-engah nafasnya karena berlari cukup jauh
bagi seorang perokok. “Kenapa lo..?, sampe lari-lari gitu..? Gw kira orang lain
tadi lo” Tanya Gw, terus dia jawab,” Alah lo man, nggak seneng banget lo liat
gw sih..!! Gw coba jawab dia “Ya nggak lah, bukannya nggak seneng (padahal
emang sebenarnya orang itu banyak banget kasusnya, bikin males bergaul sama
dia. Jadi emang bener gw sebenernya nggak senang ketemua dia).
Suatu
saat pernah gw diajak dia sekali. Pertama dia Cuma bilang kalau ada mesin
Printer Sablon mahal, yang kita lakuin tinggal manjat tembok belakang rumah
orang itu. Ternyata barangnya ada di belakang gereja dekat kampung gw. Mereka
baru beli printer buat bikin-bikin sablonan acara-acara gereja. Yah ampun, gw
gak enak banget. Biar gw nggak pernah percaya sama hal-hal religious, tapi gw
masih percaya kalau Tuhan itu ada. Sebelum ada bintang pertama di langit sana,
dari mana datangnya warna hitam itu. Yaah, tapi itu Cuma perkiraan teologi gw
aja. Duit hasil printernya aja dibawa kabur juga sama Yodie, tapi gw nggak
peduli biar gw ikut angkat-angkat berat mesinnya. Sejak itu gw nggak pernah
percaya lagi sama yang namanya Yodie itu.
Tapi
kembali ke orang itu, selain kasus gw nama Yodie juga punya banyak ceritanya.
Semua ceritanya hampir semuanya tentang keculasan, kelicikannya dan segala
jenisnya. Jelas gw tahu kalau Yodie adalah orang yang nggak bias dipercaya.
Tapi kemudian dia bercerita panjang lebar yang ujung-ujungnya mau ngajak gw
kerja sama lagi, artinya ada sedikit pekerjaan yang bias mendatangkan uang.
Hari-hari
ini lagi nggak kayak biasanya emang gw akuin. Gw bener-bener butuh uang,
hutang-hutang udah ngiket sampai mencekik gw kali ini. Gw juga bingung kenapa
bisa begitu. Hutangan ini juga bukan hutang-hutang biasa, karena banyak orang
yang serius. Ada juga seorang gembong atau Bos besar di Jakarta, penadah
motor-motor, mobil curian. Hutangku bisa sampai 13 juta sama dia, makanya gw
bilang kalau gw bingung kok bisa sampai segitu. Ada lagi hutang gw karena
sebuah computer MacbookPro seharga 18 juta yang gw pinjam dan nggak sengaja gw
terlalu banyak minum dan kehilangannya. Sekarang yang punya sudah mengultimatum
gw supaya dalama tiga hari ini harus diganti sama persis. Akhirnya ide Yodie
emang harus gw pertimbangin lagi mungkin, tapi gw harus dengar dulu rencana dan
observasinya dia sampai mana.
“Gimana
Fan?, Ayolah gampang deh”, Yodie terus bolak-balik berkata seperti itu. Yah,
mau nggak mau gw harus dengerin juga buat solusi gw kedepan. Tapi gw tetep
harus inget kalau gw nggak bole dan bisa percaya orang yang bernama Yodie itu.
Rencananya adalah, Yodie pun langsung saja menceritakannya di pinggir jalan
Pasar itu. Ada sebuah toko kamera di Fatmawati. Kata Yodie dia telah mengawasi
toko itu selama lebih dari dua mingguan. Rutinitas ditoko itu dibuka oleh
seorang pegawai kecil, yang berkesan dari kampung dan sering ngedumel kalau
gajinya kecil, enakkan di kampung, majikannya galak dsb. Jadi pagi-pagi kita
berdua tunggu dia buka toko, tarik bocahnya, tutup lagi pintunya, ikat didalam,
ambil semua uang di mesin dan lemari, ambil smua alat-alat yang jutaan, ancurin
semua cctv, hapus semua filenya, makanya Yodie butuh gw pastinya, soalnya dia
nggak ngerti komputer, udah kita langsung keluar sambil tutup pintu lagi
seperti toko belum buka. Masuk, keluar gampang seperti membalikkan tangan.
Dengan mendengar itu sepertinya rencana yang cukup matang gw bilang, “Oke deh,
kita jalan ya.. Tapi jangan sampai bocah itu kenapa-napa loh Yod..”, Yodie
menjawab “Iyalah, emang mau lo apain bocah kayak begitu doang. “ Jadi kapan
kita gerak..?” gw Tanya, “Besok pagi, semua udah gw siapin tuh dibelakang”
jawab Yodie. Kaget juga dengarnya “Hah, besok..? Cepet banget..?”, Gw bilang
pada Yodie dan dia jawab “Iyalah, gampang bro..”, sambil menepuk punggung gw
layaknya seorang teman sejati.
Setelah
menunggu semalaman yang panjang, waktunyapung tiba. Motor kami juga sudah siap
berjalan pagi itu kitu kira-kira pada pukul 06 WIB. Karena biasanya toko dibuka
sekitar jam 09.00. Kami tiba dilokasi melalui ointu parkir biasa, kemudian kami
parkir persis di depan toko. Seorang Satpam datang menyuruh kami memindahkan
motor pada parkiran Motor yang tersedia di Plasa. Lalu motor kami pindahkan dengan
tetap melihat ke toko itu dan Satpam besar dengan perutnya yang membumbul ke
depan, besar seperti habis memakan bayi untuk sarapan tadi. Masalahnya adalah
dia juga terus berjalan kearah toko itu, dan berhenti didepan pintu masuknya.
Gw bilang “Die.., die.. kok satpam gede itu yang buka tokonya..? Tuh kan dia
yang buka pintu tokonya, batalin deh..” Gw sedikit panik bilang ke Yodie. Tapi
sepertinya Yodie sudah mengetahuinya, dia bilang “Yah udah dibuka tokonya..?
harus cepet nih”. Kemudian gw liat satpam itu belum jadi membuka toko itu,
karena ada seorang tukang jamu yang lewat dan dia membeli jamu itu terlebih
dahulu. “Nggak belum, dia minum jamu dulu tuh”, gw kasih tahu Yodie sambil
ragu. Yodie tetap dengan keyakinannya “Ya udah, yg penting parkirin dulu
motornya”. Gw jelas punya keraguan dan mengerti bahwa Yodie sudah tahu hal ini,
Gw Tanya ke dia “Lo ngerjain gw lagi ya, lo udah tau kan kalau penjaganya
hedenya kayak gitu”, sambil gw cengkeram kerah bajunya. Dia Cuma jawab “Ya
iyalah Ndu…, Ah lo bego juga, ya pasti satpam lah yang ngejagain. Jangan bilang
lo percaya sama cerita orang kecil dari kampung gitu haha..?” sambil tertawa
dia melepaskan tangan gw dengan keras. Gw balas “Tapi gimana cara jatuhinnya
orang segede itu”. Tapi kami sudah disini, benar-benar filling gw bilang
bakalan ada sesuatu yang gak beres bakalan terjadi disini. Tetap gw ucapin pada
Yodie “Eh Anjing lo..!!, lo emang udah rencanain mateng kan ini. Lo bilang kan
orangnya kecil, gampang tinggal didorong aja pasti jatuh. Tapi kalau ini, lihat
tuh.. Kalau itu Satpam bro, dia punya pelatihan bela diri, lagian liat
badannya.. Lo gebugin 100x juga gak bakal jatuh tuh orang. Bawa pentungan lagi
Batalin aja deh, terlalu bahaya ini buat kita..!” sambil gw hentikan langkahnya
sejenak.Yodie menjawab dengan nada mulai terbawa emosi kerasnya, sambil kemudian
menunjukkan peralatan yang dibawa di tas panjangnya dan menjawab “Pertama lo
sapa dia pura-pura nanya gitu. Terus gw gebug punggungnya pake linggis, dia
jatuh langsung lo ikat seret masuk lagi kedalam”. Gw sempat terdiam, karena dia
janji tak akan ada kekerasan nanti. “Udah deh lo, santai aja Ndu pasti lancer.
Pasti lancer ini udah gw perhitungin, gampang bro. Gw bilang “Santai gimana,
Satpam gila kita itu gedenya segitu gimana mau santai”. Yudie menunjukkan lagi
tas berisi alat-alat berat seperti linggis, dan berbagai macam kunci inggris
besarnya lagi. “Die lo inget yah, gw nggak bakal mau kalau sampe ada jatuh
korban gara-gara ini lo. Malah sebenarnya gw nggak mau ada kekerasan kan pertam
kali gw bilang” Gw bilang lagi padanya. “Iya-iya.. Lo tenang aja, pasti lancer,
Sumpa deh.” Yah sumpah dari Yodie, satu-satunya orang yang tidak bisa dipercaya
di dunia.
Akhirnya
pertunjukkan akan dimulai, kami berdua mulai mendekati pintu toko yang dijaga Satpam
yang baru selesai minum jamu itu. Perjalanan 100 meter dari tempat parkir
terasa sangat panjang dan lama. Satpam penjaga itu telah berada didepan kami
dengan pintu geser besi yang baru dibuka sedikit, dia melihat kami berdua.
Begitu Gw baru mulai mau bicara basa-basi, Yodie langsung memukulnya dengan
linggis pada belakang kepalanya, tapi dia beluma jatuh. Yodie pun kembali
memukulnya dengan lebih keras lagi hingga darah pun keluar, aku melihat giginya
yang rontok dan wajahnya yang penuh dengan darah keluar dari atas kepalanya.
Dalam seketika Satpam 100kg itu pun jatuh sambil kesakitan, dengan darahnya
yang mengalir ke dalam toko. Jantung ku seperti meledak dan berdebar kencang
sekali, begitu juga dengan badan ku terasa kaku dan gemetar tak dapat berhenti.
Yodie berteriak ke gw tapi seperti suara itu tak bergema sama sekali.
“Wooii..!!! budek!” Sambil dia menempeleng kepala gw. Lanjutnya, “Jangan diem
aja lo..!!, liat orang-orang tuh, ada yang ngeliat nggak? Bantuin gw angkat dia
masuk, ayoo! Ada darah nggak diluar? Kalau ada bersihin deh! Buru..!”.
Setelah
Satpam itu kami seret ke dalam toko, sewaktu gw mau bersihin darah dan beberapa
gigi yang rontok di luar, perut gw muak dan akhirnya gw muntah di trotoar. Gw
kembali masuk ke dalam sambil mengambil tas peralatan Yodie ke dalam, termasuk
linggis yang dipakai untuk memukul petugas itu. Kemudian kami menaruh petugas yang sudah terbaring kesakitan itu dalam
kamar mandi dan langsung mengunci pintu tersebut. Pintu geser depan pun
langsung Gw tutup lagi. Sejak itu kami memiliki waktu sekitar setengah jam
sebelum petugas-petugas lain datang. Jadi terlihat dari luar toko masih belum
buka. “Oke, kita mutus gede-gedean Bro..” kata Yodie bersemangat.
Tindakan
pertama yang kami lakukan adalah merusak dan menghancurkan semua cctv ditoto
itu. Lalu gw nyari komputernya dan mencabut Hard Drive –Hard Drive nya.
Sementara Yodie membongkar tempat penyimpanan uang, yang ditemukannya dalam
gudang. Yodie manggil Gw buat melihat sambil memberitahu bahwa ada dua kotak
uang. Setelah dibuka paksa dengan bor milik nya, Kami lihat ratusan juta ada di
dalamnya. Lalu Yodie berkata “Ini lo liat hampir sama tumpukannya kan? Jadi
kita bawa satu-satu aja gimana..?” Apapun itu gw setuju saja, karena Petugas
itu mulai mengganggu pikiranku. Tapi Yodie tetap terus mengambil apa yang bisa
diambil dari lensa standart yang paling top, hingga kamera-kamera baru dan
lensa 800mm. Gw pun akhirnya ikut bergerak mengikuti, saya memasuki
kamera-kamera yang sekiranya mahal ke dalam tas hitam ku. Yodie kemudian
berkata, “Udah cepet deh, barang-barang kamera ini nggak bisa kita jual
sembarangan soalnya, ini semua punya nomor seri. Ntar lo jual ke publik pasti
langsung kena lo”. Memang ada benarnya dia, akhirnya gw hentikan memasukkan
barang-barang itu kedalam tas. Ukuran tempat uang kas situ seukuran kotak
sepatu, namun cukup berat Yodie pun memindahkan semua isinya ke dalam tasnya.
Saking
sibuknya kami menggasak tempat itu, tiba-tiba terdengar suara Satpam tadi
merintih kesakitan. Kami menyeretnya dekat dengan kamar mandi, tapi sebelum
kami melihat, pelan-pelan kami melangkah menujunya. Mulai dari kaki hingga terlihat
darah yang keluar dari kepalanya. Tiba-tiba kaki orang itu terlihat mulai
kejang-kejang. Gw sama Yodie Cuma ngeliatiin aja, bingung mau gimana. Kepalanya
sudah berdarah-darah, tapi kemudian dia mengangkat tangan kanannya seperti
meminta tolong. Dengan suara lemah dia bilang “To-to-tolong mas.. Tolongin
saya, jangan biarin saya mati seperti ini. Bi-biarkan saya ba-bangun dan ke
rrrumah sssakit, s.. s..saya janji nggak bakal ngomong ap-apa-apa”. Situsasi
ini benar-benar membuat kami bingung dan gila. Yodie bilang kalau kita tidak
dapat melakukan ini, bahwa kita berdua harus segera pergi, karena waktu hanya
tinggal 10 menitan lagi staf lain akan datang. Tapi gw rasanya nggak bisa,
nggak tau kenapa sikap gw.
Akhirnya
gw coba menyentuh tangannya perlahan dengan ragu, takut apabila dia menjebak
kami. Namun Yodie diam-diam dari belakang mengambil kembali linggisnya dan
bersiap di belakang Satpam itu. Ternyata perkiraan gw benar Petugas itu
menyekap leher gw menggunakan tangan kanannnya, dan mengambil tangan kiri gwlalu
mempelintirnya dengan keras sekali. Tenaga Satpam ini ternyata masih seperti
Beruang ngamuk, walau kepalanya sudah bocor dan berdarah. Semakin keras ia
mempelintir dan mencekik gw hingga tanganku serasa ingin copot, nafaskupun
dibuat sangat berat seperti akan pingsan. Semakin keras dia mencengkeram gw
sambil mencoba berdiri dan menyeret gw kearah telepon sambil berkata, “Ampun
nggak lo maling sialan, sebentar lagi lo pasti dipenjara.. Lo tau nggak mereka
kasih makan apa di penjara..?”, setengah detik begitu Satpam itu berbicara
seperti itu Yodie dengan Linggisnya langsung kembali menghajarnya kembali tepat
dibelakang kepalanya!, hingga darah kembali mencuat keluar dengan cepatnya dari
kepala hingga selurugh ruangan toko mungkin. Gambaran cipratan darah Petugas
itu memang sangat menyeramkan, gwpun hampir muntah melihatnya, tapi gw coba
tahan. Satpam itu langsung jatuh, dan Yodie pun kembali mengayunkan linggisnya
sekali lagi dengan keras, namun kali ini ke badan sang Satpam. Kemudian kami
berdua terdiam. Terdiam dengan nafas kami yang terengah-engah saat itu.
Terdiam, terdiam tanpa sepatah katapun, tanpa gerakan apapun, hanya memandangi
tubuh besar yang terbaring di depan kami itu. Rasanya gw pingin pulang saja,
tapi gw melihat raut wajah Yodie yang di warnai bercak darah dan gw harus
nyelesain ini.
Setelah
kediaman itu kami pun langsung beradu argument dengan cukup keras tentang harus
bagaimana kemudian orang itu. Gw terus coba memeriksa orang itu “Hati-hati lo
bro..!!”, kata Yodie khawatir. “Lo liat dong udah ancur dia, nggak kayak tadi
gila lo” Jawab Gw sambil mencoba memeriksa urat nadi atau detak jantungnya.
“Masih hidup Die, gimana nih..?”, gw bilang setelah memeriksanya dengan detail
berharap bila Yodie memiliki ide untuk menolong Petugas itu. Gw pastikan lagi
dan jelas bila dia masih hidup, tapi tidak tahu untuk berapa lama, karena
darahnya keluar terus, kepalanya juga terluka, ada kemungkinan gegar otak.
Yodie tetap bersikeras untuk meninggalkan orang itu, dia hanya ingin pergi dari
tempat itu, “Aduuh lo udah kita harus cabut sekarang, dia itu saksi lebih bagus
kalau dia emang mati Boy..” dengan gampangnya Yodie bicara seperti itu. Langsung
Gw dorong dia, sembarangan lo. “Ini tuh orang Die, Gw sendiri nggak tahu
kenapa, tapi siapa tahu dia diperlukan sama orang lain. Siapa tahu dia punya
Bini, anak-anak.. Gila lo, nggak tau deh tapi gw nggak bisa ninggalin dia
disini begitu aja..”, gw ngucapin sambil berteriak. Argument pun semakin panas,
karena kami terus beradu dengan keras. Yodie kemudian membalas dengan
mencengkeram kencang kedua kerah baju dekat leher gw sambil ngomong, “Lo itu
jangan jadi orang goblok, dasar bego..!! Lo mau gimana, nelepon Ambulans, biar
Polisi juga pada kesini gitu..?”. Gw jawab, “Iya paling..”. Lalu Yodie
mendorong Gw sampai ke dinding yang penuh dengan Frame-frame Foto, lalu menahan
lengan kanannya ke leher Gw dengan keras, dan Yodiepun berteriak, “Aaaaaah….!!
Lo…!!!. Yodiepun melepaskan tangannya dari tubuhku, dan semakin menghalus dia
pun berkata, “Terserah lo deh gimana, ini kejadian udah terjadi. Gw nggak bisa
Ndu, gw tetep harus pergi sekarang juga”. Dia juga sempat bertanya,”Lo beneran
nih..? Gimana, gw percaya sama lo man, kalo lo gak bakal nyepuin gw. Tapi gw
bener-bener harus pergi dari sini sekarang. Kalo gw jadi lo gw juga harus
cepet-cepet pergi dari sini, waktunya bro..”, Yodie sambil mengangkat tas hitam
berisi kotak kas uang di badannya. Pintu toko yang berupa pintu geser kuno itu
pun terbuka, sangat menyilaukan. Keadaan luar masih sepi, berarti belum adanya
tanda-tanda para polisi mengetahui kami disana. Dari situlah Yodie pergi dan
kembali menutup pintu.
Sementara
Gw masih terjebak diantara Satpam yang akan mati, yang sekarat dan mencoba
untuk membunuhku tadi dan uang kekayaan yang siap untuk gw bawa pergi dan
terbebas dari ini semua. Namun tetap gw nggak bisa ninggalin orang sekarat
sperti ini, tapi apa yang harus gw lakukan..? Gw harus berpikir ekstrim.
Menelepon Ambulans sudah jelas diluar dari pilihan, Gw juga nggak bisa nelepon
orang lain. Pikiranku seperti orang gila, gw Cuma bisa mondar-mandir,
bolak-balik saja benar-benar bingung. Tetapi akhirnya gw liat troli barang,
lalu aku ambil dan coba untuk menaikkan Petugas itu, tapi terlalu kecil.
Akhirnya petugas itu gw taruh lagi, dan mencoba menaruh tiga tas gw diatas
troli itu. Bisa, dan cukup enteng. Tapi bagaimana Satpam itu..? Saking paniknya
melihat waktu yang sudah mendesak gw langsung mengangkat Petugas sekarat itu,
ternyata gw kuat. Seperti mengangkat beras dua karung di Pasar. Ide gila ini gw
piker harus jalan, mau nggak mau.
Pintu
masih tertutup, Gw masih belum tahu ada apa diluar sana. Satpam itu gw taruh
lagi untuk menggeser pintu, begitupun tas dan trolinya yang harus gw lepas
juga. Yang gw pikir sebelum membuka pintu itu adalah bagaimana nanti reaksi
masyarakat Jakarta melihat ini?. Melihat gw mengangkat Satpam di bahu dengan
kepalanya yang terluka dan meneteskan darah, dengan troli berisi tas-tas hasil
perampokan. Yang kutahu jurnalis pasti akan menyukai ini. Pintu besar itupun
mulai gw geser sedikit demi sedikit, cukup berat untuk orang seperti gw.
Petugas dan troli itu mulai gw angkat dan tarik kembali.
Langkah
pertama yang cukup berat untuk keluar dari pintu itu. Kepala Satpam itu masih
terus saja meneteskan darah. Pada langkah kedua, ketiga orang-orang yang hilir
mudik masih belum memperhatikan. Gw terus berjalan, berusaha seperti memakai
kaca mata kuda dan berjalan menuju jalan raya utama. Beberapa orang menyaksikan
seperti ingin tahu, tapi mereka tetap melanjutkan langkahnya. Hingga sampailah
gw di persimpangan jalan raya. Gw masih belum tahu apa yang harus
kulakukan. Orang-orang melihat, namun
tidak ada yang mengatakan satu kata pun padaku. Tiba di halte bus, lebih banyak
orang lagi disana yang berdiri, orang-orang itu melihat keadaan Gw, tapi
seperti tidak ingin tahu. Mereka melanjutkan kegiatan mereka sendiri-sendiri
dengan gadget-gadget canggihnya, berteriak-teriak di telepon dan saat bus
datang mereka hanya pergi begitu saja menaiki bus tersebut. Gw nggak pernah
bayangin akan menjadi seperti ini, bahkan tak terbayangkan gw bisa sampai di
halte bus jala raya seramai ini dengan orang sekarat dan rampokan di troli ku..
Masih belum bisa berpikir dan bingung tiba-tiba sebuah taksi berhenti didepan
halte, supirnya membuka kaca dan bertanya, “Butuh ke Rumah Sakit Bang..?”,
mendengar suara supir itu gw langsung jawab “Iya Pak, ini gak tahu tiba-tiba
jatuh kena besi ini kepalanya, tolong Pak yah”, gw bilang.
Supir
itu turun dan membuka pintu belakang. Gw langsung memasukkan kepala Satpam yang
berdarah itu dan supir itu memegangi kakinya. Supir itu member sebuah handuk
untuk menadahi kepala Petugas itu. Gw turun lewat pintu sebelah kanan, dan
tiba-tiba pintu bagasi terbuka. Gw mencoba untuk menghindar dan langsung pergi
saja, tapi supir itu memegang tangan saya. “Maaf pak, ini tetep harus ada yang
tanggung jawab dirumah sakit nanti gimana?” Dia bilang. Akhirnya semua tas dan
troli gw dilipat dan masuk bagasi belakang, gw terpaksa ikut. “Sampai Rumah
Sakit aja kan Pak biasanya” Gw sempat bertanya pada supir itu. Lalu supir itu
menjawab “Ya nggak tahu sih mas, kadang ke Polisi juga. Soalnya kan Mas yang
nemuin kan?” katanya. Bisa dikatakan gw cukup khawatir saat itu.
Jalan
taksi itu kencang, hanya dalam sekitar 2 menit dia sudah sampai di depan pintu
UGD RS Fatmawati. Lalu kami turun dan petugas – petugas di UGD dengan
sigap menyiapkan tandu dan alat-alat
kedokteran lainnya. Pertama konsentrasiku hanya pada bagasi Taksi agar cepat
dibuka. Tapi kemudian seorang Dokter wanita cantik terlihat memeriksa
memalingkan pikiranku. Para perawat berkata “Korban trauma di kepala, dan dada
juga”. Lalu Dokter cantik itu memeriksa lukanya “Kok seperti kena besi sampe
dua kali gini..?” Kemudian gw bertanya, “Gimana Dok..?”, Dia menjawab “Mungkin
kalau sedikit lagi, 10 menit aja bisa kehabisan darah dia, Bapak udah
nyelametin hidupnya loh. Makasih ya Pak, di Jakarta nggak banyak orang kayak
Bapak”. Gw Cuma bisa ngerasa lega.
Ketika
menoleh ke belakang Taksi, ternyata semua barang-barangku beserta Trolinya
sudah dibereskan supir Taksi berwarna putih itu. Lalu Gw kasih dia uang sampai
500 ribu sambil bilang, “Nie buat jasa lo Pak”. “Hah.., Ahhahaha.. Makasih Bos”
Dia terlihat senang sekali.
Sambil
membawa Troli dan tiga tas Ransel itu, akhirnya Gw tinggalin trolinya dan pergi
dengan diam-diam tanpa ada yang melihat lagi. Gw nggak tau dan nggak bakal
mikirin biarpun Satpam itu nanti bisa mengenali kamu. Yang gw pikirin Cuma
senyuman di wajah gw ini gak bakal habis, yaaah mungkin untuk tahun ini. Karena
hari ini, gw berhasil menjadi bagian dari para Eksekutif muda dengan
pesawat-pesawat pribadi mereka.
_____________________________________________________________________________