Hari minggu itu seperti biasa saya dan istri tercinta mendapat panggilan untuk memotret sebuah keluarga didaerah ciganjur jakarta selatan. Yah untuk bulan yang sepi ini tentu kami sangat semangat untuk berjalan. Kerjaan yang saya dapat dari deringan telepon ini saya ambil tentunya dengan perjuangan. Perjuangan dalam tawar-menawar harga dengan klien baru, yang dapat ditebak tentu kemenangan ada pada pihak klien. Memang sulit untuk menjadi juru foto di jaman ini. Tapi itu tak berpengaruh bagi saya untuk memberikan hasil foto yang terbaik, walau hasil rupiahnya pun juga harus kami bagi lagi dengan pemilik modal.
Dengan jumlah nominal yang tidak seberapa itu, kami memulai langkah di pagi hari pukul 8. Masih dengan kijang butut kami berangkat dari studio. Sempat terpikir bahwa klien ini memang bukan orang yang memiliki uang yang banyak, dilihat dari caranya menawar harga yang saya berikan. Setelah tiba di depan rumahnya, ternyata beliau memang orang yang pintar dalam hal tawar-menawar. Rumah besar, halaman yang luas dengan sebuah saung di tengah2nya, beberapa ekor anjing yang cantik menggonggong manis sesaat setelah kami masuk. Salah satu anjingnya bernama marco.. hehe, dan saya sangat terpesona dengan anjing itu, kecuali dengan baunya mungkin. Seorang penjaga pun membukakan pintu untuk kami, lalu mengabarkan bahwa pemilik rumah sedang pergi beribadah minggu, jadi kami pun menunggu sembari mempersiapkan alat2 kami.
Beberapa saat kemudian mereka datang dan dengan ramah tamah meminta kami untuk masuk dan menunjukkan titik dimana pemotretan kami akan dilaksanakan. Setelah selesai mendirikan studio ajaib kami, sang klien berkata bahwa kami masih harus menunggu datangnya anggota keluarga dari Riau dan Cilegon. Mereka hanya datang untuk melakukan sesi pemotretan ini. Ada tujuh keluarga tepatnya, 4 diantaranya berdomisili di jakarta telah siap kecuali perempuan-perempuan mereka yang sedang menyiapkan rambutnya di sebuah salon yang saya pun tidak tau dimana. Satu keluarga berdomisili di amerika dan sedang mudik ke indonesia saat itu. ya, karenanya lah sesi pemotretan ini dilakukan. Karena jarang sekali keluarga tersebut berada di tanah air, mungkin 5 tahun sekali.
Setelah menunggu hampir tiga jam lamanya, akhirnya keluarga tersebut pun berkumpul semua dan sesi pemotretan pun dimulai. Ramai anak kecil yang berlari-lari sempat membuat saya khawatir dengan alat-alat kami, karena kabel-kabel lampu banyak liar bertebaran di lantai. Pemotretan pertama dimulai dengan pemilik rumah dan keluarganya. Dilanjutkan dengan sosok terhormat ayah dan ibu mereka.
Disinilah letak pembicaraan saya dengan sang ayah tersebut yang membuat saya terdiam sejenak. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia ingin foto yang saya ambil ini lah yang akan menemaninya kedalam kubur nanti, karena dia percaya kepada saya. Woow.. Bila sebuah foto hasil karya saya itu digantung indah di ruang tamu, kamar tidur atau disimpan rapih di dalam album itu sudah sangat membanggakan bagi saya pribadi. Bagaimana dengan karya saya yang dibawa mati dan dipelukkan erat bersama jasad didalam kubur, bagi saya itu adalah 'woow..'.
Saya pernah membaca sebuah artikel tentang kelebihan sebuah media fotografi dengan media-media berdasar visual lainnya. Karena pikiran saya tidak pintar, maka saya nyatakan bahwa saya lupa dengan penulisnya, hehe.. Artikel tersebut mengatakan bahwa, 'Mengapa fotografer harus berani mahal..!! Karena dari semua media yang ada, fotografi adalah karya yang sangat fleksibel, real dan monumental terutama untuk kepentingan pribadi. Pada hari tua apakah sesorang akan sempat menunjukkan karya video kepada orang lain atau anak cucunya moment-moment indah ketika ia menikah..? Belum lagi ketika ia sedang berada pada posisi dimana memutar sebuah video adalah tidak mungkin seperti di jalan dsb. Apakah seseorang harus membawa sebuah lukisan kemana-mana untuk mengingat kembali orang yang dicintainya..? Tentu tidak..! Akan tetapi fotografi berbicara lain. Sebuah foto dapat diletakkan pada ruang-ruang kecil yang mudah dijangkau hingga dinding besar sebuah hotel mewah. Dalam dompet, dashboard mobil, saku celana, kamar mandi, meja kerja yang sempit dan penuh dengan barang-barang tak berguna, komputer, telepon seluler, cd, dvd, bahkan dengan tekhnologi saat ini kita dapat mencetak foto di atas kaos, mug dsb. Mmm, begitu besar esensi fotografi kah..?
Dalam karya fotografi (yang saya khususkan disini dengan foto potret) akan selalu ada dua pihak kepemilikan didalamnya. Pertama adalah sang fotografer itu sendiri dan orang-orang yang terdapat didalamnya. Keduanya saling membutuhkan, dan keduanya saling menghasilkan. Karena itu keduanya saya rasa harus saling menghormati. Dan menurut saya sang Ayah telah menunjukkan lebih kehormatan tersebut kepada saya untuk mengambil fotonya. Karena beliau pemikiran dan wacana saya pun bertambah dalam menghargai sebuah foto dan segala hal yang terlibat didalamnya.
Setelah pemotretan dengan sang Ayah tersebut, sesi-sesi dengan keluarga yang lainpun berlanjut hingga selesai dengan baik, kurang lebih dua jam lamanya. Kemudian kami pun pergi dengan sejumput wacana akan harapan dalam menjalani profesi di bidang fotografi.. :)
Walaupun di dunia digital ini peran fotografi dalam bidang kenyataan atau forensik sudah tidak seperti dahulu lagi kemutlakannya, namun fungsi media ini tetap menjadi suatu hal yang terbaik dalam pendokumentasian visual.
daus adrian
betapapun karya yang terdokumentasikan dalam bentuk film digital atau filom seluloid, semunya terekam sama dan hampir tak ada kesalahan. Imaji yang tertuang di atas kertas foto dan pemaknaan sebuah wacana fotografi tetap memberikan nafas bagi kita semua. Karena imaji tak akan pernah berbohong, dan menceritakan tentang keberadaraan waktu yang sebenarnya.
ReplyDeleteYa kehormatan dalam foto yang luar biasa!